YOGYAKARTA - Video monyet ekor panjang yang biasanya berada di kawasan puncak Gunung Merapi kini terpantau turun ke permukiman warga akibat suhu panasdan viral di media sosial. Hal ini diunggah melalui akun Instagram dan Twitter X @merapi_uncover.
Dalam unggahan akun Instagram @merapi. uncover berisi narasi gerombolan monyet gunung turun karena efek suhu panas yang melanda kawasan lereng Merapi.
"Kethek (monyet gunung) berkeliaran d isekitar sungai boyong (Dusun Rejodani Ngaglik dan sekitarnya) diperkirakan efek suhu panas dan kurangnya makanan di habitat aslinya," tulis keterangan foto dalam postingan tersebut, Minggu (5/5/2024).
Unggahan ini mengundang berbagai komentar dari warganet. Sebagian menyebut jika turunnya monyet ke permukiman karena puncak Merapi sedang bergejolak akibat aktivitas yang meningkat. Bahkan sebagian menghubungkan dengan kondisi Gunung Merapi bakal erupsi.
Kepala Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) Muhammad Wahyudi menepis jika MEP tersebut turun ke permukiman merupakan efek dari suhu panas. Jika dihubungkan dengan suhu di Puncak Merapi, hal tersebut tidak benar sebab berdasarkan laporan rutin di WA Group (WAG) aktivitas Gunung Merapi oleh PGM Kaliurang, parameter suhu Merapi dari hari Jumat sampai Minggu pada periode pengamatan pukul 06.00 - 12.00 WIB tidak ada kenaikan signifikan.
Data yang mereka peroleh, pada Jumat 3 Mei 2024 suhu udara berkisar 22,9 - 26 ⁰C, Sabtu 4 Mei 2024 suhu udara berkisar 23,3 - 25 ⁰C kemudian Minggu 5 Mei suhu udara hanya 21 - 25,5 ⁰C. Dan pada periode pengamatan 12.00 - 18.00 - 24.00 WIB suhu relatif turun karena menjelang malam dan pagi hari.
Dia menandaskan jika menurut data tersebut tidak ada anomali peningkatan suhu. Sehingga dugaan tersebut terbantahkan dengan adanya data situasi terkini dari puncak Gunung Merapi. Jika dihubungkan dengan ketersediaan makanan di atas Puncak Gunung Merapi, Wahyudi menandaskan masih mencukupi.
"Kalau makanan di puncak Merapi itu masih banyak dan mencukupi," ujarnya, Senin (6/5/2024)
Terkait statemen dari warga yang menyatakan MEP turun dari puncak Merapi, Wahyudi menyebut berdasar hasil survei habitat itu kawasan hutan Merapi, bukan di puncak Merapi. Lokus perjumpaan yang dilaporkan sudah jauh dari kawasan TNGM.
"Informasi lokasinya ini tepatnya kurang jelas, alur Sungai Boyong Panjang namun ini tertulis ke arah utara menyebut Rejodani, Ngaglik, maka lokasi ini sangat jauh dari kawasan. Bisa lebih dari 10 km," katanya.
Wahyudi menambahkan MEP yang terlihat di kawasan Rejodani Pakem Sleman tersebut hanyalah monyet yang terusir dari koloni (kelompoknya). Monyet yang terusir dari koloni tersebut sering berulah di permukiman.
"Kawanan monyet ekor panjang itu jumlahnya ratusan ekor. Kalau hanya 3 ekor itu bukan kawanan, tapi monyet yang terusir dari habitatnya. Itu biasanya yang sering berbuat ulah," ucapnya.
Wahyudi menambahkan TNGM tidak diperoleh info apa pun terkait adanya Kelompok MEP di sekitar wilayah Kaliurang yang turun ke bawah. Info dari salah satu TPHL yang berdomisili Ngepring Purwobinangun, MEP sudah biasa ditemukan di timur Kali Boyong.
MEP tersebut kemudian turun sampai di lokasi penambangan pasir dan sampai di BOD 6 atau akses sebelum Lapangan Tritis ada akses jalur tambang. Lokasi yang beredar luas di media sosial tersebut jaraknya cukup jauh.
"Rejodani Pakem yang dikabarkan dijumpai MEP itu jaraknya 10 km dari puncak (Gunung Merapi)," ujarnya.
Di samping itu dalam unggahan yang beredar menyebutkan jumlah monyet 3 ekor ini juga kurang menyakinkan kalau dikatakan kelompok alami MEP. MEP kalau berkelompok itu tidak hanya 3 ekor dan pasti puluhan. Berarti ini 'pencilan' yang terusir dari kelompoknya.
"Memang ini yang sering membuat ulah di masyarakat. Ini tambahan info Mas," katanya.
/Kutipan inewsmedan