Niesya Harahap, Lestarikan Warisan Leluhur Nusantara


CumaCerita - Kesenian tradisional dan kesenian modern merupakan dua hal yang berlawanan arah. Seni tradisional seringkali dianggap tidak menarik dan terlalu kolot jika dibandingkan dengan seni modern yang hadir di era globalisasi ini. Kesenian tradisional semakin ditinggalkan dan dipandang sebelah mata, karena tidak dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman bahkan sulit kita temui generasi muda yang masih memberikan perhatian nya terhadap pelestarian dari warisan leluhur Nusantara ini. Lihat saja, media massa di Indonesia khususnya televisi yang lebih memilih mengadakan kompetisi menari modern  yang notabene dianut dari mancanegara dengan peserta umumnya adalah remaja. 

Kesenian tradisional umumnya hanya ditampilkan di acara acara adat tradisional seperti pernikahan, itupun seakan dilakukan hanya sebagai syarat dari keberlangsungan acara tersebut. Tentu saja, nasib dari warisan leluhur Nusantara sangat memprihatinkan, bagaimana tidak? Bila tidak adanya kesadaran dari masyarakat sendiri, bisa jadi anak cucu kita tidak akan dapat mengenalnya lagi, karena sudah terlanjur punah.

Prestasi yang telah diukir oleh Niesya Harahap menyadarkan masyarakat akan warisan leluhur yang sedang menunggu untuk diserahkan sebagai tongkat estafet kepada kita. Tentu saja, sulit bagi kami untuk mencari klien seperti Niesya Harahap. Selain kiprahnya di bidang seni tradisional yang kurang mendapat perhatian dari masyarakat, khususnya generasi muda namun prestasi yang dimilikinya cukup bergengsi untuk usia nya yang masih terbilang cukup muda. Bahkan, ia tidak hanya menguasai satu bidang kesenian saja, namun menguasai 3 bidang sekaligus, yaitu seni tari, seni musik dan bidang tarik suara. 

Ini menjadi nilai positif dari Niesya sebagai generasi muda yang prihatin terhadap keberlangsungan tradisi Nusantara di masyarakat, terbukti dari kiprahnya baik di dalam maupun luar negeri, menjadi pengisi acara di Kuching, Sarawak Malaysia dalam acara festival tari antar bangsa, memainkan gamelan Jawa di New Zealand, ikut serta dalam konser choral drama Svara Sacra yang diselenggarakan di Medan, Jakarta hingga kota kembang, Bandung, bahkan menjadi Guest of Honor di acara “Frankfurt Book Fair" yang diselenggarakan di Eropa untuk menampilan tarian tortor Mataniari yang merupakan tarian tradisional dari Etnis Batak. 

Tentu saja tidak semua orang di usianya memiliki pengalaman yang besar seperti Niesya dalam memperjuangkan kelangsungan dari kesenian tradisional. Selain acara acara besar, ia juga aktif dalam kegiatan yang dilakukan di Universitas Sumatera Utara, mulai dari kesempatan untuk menari di acara Dies Natalis USU, memainkan ensamble angklung pada acara yang diadakan Fakultas Psikologi USU, hingga ikut dalam forum koordinasi pencegahan terorisme dibawah koordinasi dosen fakultas Psikologi USU.

Dengan segudang prestasi yang dimilikinya, perlu diadakan publikasi yang lebih gencar dan intensif bagi peninggalan berharga yang mulai punah ini sehingga memiliki tempat di hati masyarakat khususnya bagi generasi muda Indonesia, sehingga budaya yang diwariskan oleh para leluhur kita, tahan terhadap gempuran dari budaya asing. (cumamedan/rls/may)
Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال