oleh : Kartika Ayu
Ini kota yang ramai.
Banyak pengendara kuda besi, melaju tanpa peduli rambu-rambu dan berhenti
sesuka hati. Sepanjang jalan, langit-langit kota dihiasai lampu warna-warni
yang akan terang saat malam hari dan terlihat berantakan ketika siang hari.
Kabel listrik kota ini bertengger semrawut seperti benang jahit yang serabut.
Bangunan-bangunan kota didekorasi dengan spanduk berwarna ceria, bertuliskan
pesan-pesan harapan ataupun motivasi, juga foto sang empunya baliho. Sisi
keindahan Medan berubah menjadi kota ramai baliho.
Salah satu bagian dari
sejarah Kota Medan yang dapat memanjakan mata dengan bangunan jaman kolonial
Belanda adalah Kesawan, terletak di Jalan Ahmad Yani Medan. Mengunjungi daerah
ini, kita akan menikmati Medan di masa lalu, dengan tatanan bangunan yang rapi.
Pengunjung yang ingin
memasuki kawasan ini akan disambut dengan baliho-baliho nan besar yang berdiri
gagah di pintu masuk Kesawan, dengan pohon-pohon hijau berdaun rindang untuk
menyelamatkan diri dari panasnya kota.
Di ujung Jalan Ahmad
Yani ada sebuah Gedung putih dengan arsitektur Belanda berdiri menawan. Gedung
itu milik Bank Mandiri yang pada masa penjajahan Jepang dulu dipakai untuk
kantor Gunseikanbu dan berfungsi
sebagai bangunan ekspor impor. Keindahan bangunan ini tertutupi oleh tiga
baliho yang menghadap ke arah Lapangan Merdeka, berisi tentang ajakan agar
masyarakat Kota Medan menjadi lugas dan cerdas. Tetapi mereka lupa untuk
mencerdaskan diri mereka agar tidak mengotori bangunan umum yang masih dihuni bahkan
menjadi objek wisata kota tua.
reporter mewawancarai seorang mahasiswa, Lelaki ini
menggelengkan kepalanya sembari tersenyum kecil, “Sistem kita harus
diperbaharui,” ujarnya sambil menyentuh kaca matanya yang melorot. Ia kembali
melanjutkan pendapatnya “Kalau hanya satu baliho saja mungkin tidak mengganggu,
tapi kalau sudah banyak jadi jelek. Apalagi daerah Kesawan itu, bangunannya
jadi ketutupan. Padahal bisa dibilang, itu salah satu central Kota Medan ya
kan...” ucap Chadri, seorang mahasiswa komunikasi yang suka memotret di Wilayah
Kesawan.
Padahal larangan
memasang baliho di depan Gedung bersejarah sudah diatur dalam Peraturan Daerah
Kota Medan No. 2 Tahun 2004, pada pasal 34 ayat 1 yang berbunyi dilarang
memasang reklame di depan kantor pemerintah, gedung sekolah, rumah ibadah, dan
gedung bersejarah yang tidak dipergunakan komersial. Lalu, masih saja
gedung-gedung bersejarah itu ditempeli baliho. Entah siapa yang salah, penempel
baliho atau si pemberi ijin?