Mimpi Laskar 71,91

 Oleh: Kartika Ayu Br Ginting
Pada 9 Desember 2015 mendatang, bangsa Indonesia menggelar pesta demokrasi serentak untuk memilih kepala daerah di 23 kabupaten/kota. Medan, salah satu kota yang ikut berpartisipasi dalam pergantian kepala daerahnya.
Ini menjadi momen strategis untuk melakukan perubahan yang lebih baik, jika masyarakat secara luas berpartisipasi dengan memberikan suaranya di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Satu suara akan menentukan masa depan Kota Medan selama lima tahun.
Hal-hal yang terlupakan dalam kota ini adalah sumber daya alamnya, sudah seharusnya ini menjadi perhatian bagi wali kota yang terpilih nanti. Sumber daya alam menjadi modal bagi manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Melihat keterpurukan terhadap pemanfaatan kearifan lokal itu sebuah organisasi non pemerintah, Konsorsium Save Our Rivers membangun sebuah misi untuk Sungai Deli yang lebih baik, dan melahirkan para relawan dalam sebuah komunitas pemuda yang juga peduli pada masa depan Sungai Deli.
Para relawan itu berkumpul dalam komunitas Laskar 71,91 Pecinta Sungai Deli. Didirikan sejak Februari 2015 lalu, dengan perekrutan relawan yang dimulai dari workshop jurnalisme pariwisata dan lingkungan.
Sungai Deli memiliki segala histori yang hampir punah. Padahal, sungai yang panjangnya 71,91 kilometer ini sempat menjadi primadona Tanah Deli, sampai menjadi pusat pemerintahan juga perekonomian di Sumatera Utara ketika itu. Dengan alasan sejarah Sungai Deli itulah, Laskar 71,91 dilahirkan untuk membangun kembali sungai bersejarah ini.  
Sarah (jilbab ungu) sedang memberi pengarahan kepada peserta workshop Jurnalisme pariwisata dan lingkungan, di Taman Edukasi Avros.
Foto dokumentasi Laskar 71,91.
Mereka mempunyai mimpi yang sama. Membangun Sungai Deli menjadi tempat wisata. Seperti Malaysia yang berhasil menyulap Sungai Malaya menjadi destinasi wisata yang indah. Atau seperti Singapura yang menata kekumuhan pinggiran sungainya menjadi tempat wisata yang menarik. Untuk mewujudkan mimpi itu para relawan Laskar 71,91 melakukan kegiatan rutin dalam sebuah workshop jurnalisme pariwisata dan lingkungan.
“Rencananya, sampai akhir tahun 2015 ini, ada lima angkatan hasil dari workshop jurnalisme, yang menjadi relawan Laskar,” ujar Sarah Boru Ritonga yang merupakan relawan angkatan pertama Laskar 71,91.
Sarah dan beberapa rekannya sesama alumni di angkatan pertama terpilih menjadi fasilitator dalam setiap kegiatan workshop yang diadakan.
“Kami diberi tanggungjawab dari abang-abang Save Our Rivers untuk membuat workshop ini sampai angkatan kelima nanti. Sampai puncaknya nanti akan ada jambore dari angkatan satu sampai lima,” ujar gadis penyuka ungu ini sembari tersenyum.
Sampai saat ini sudah tercatat tiga angkatan yang berasal dari kalangan mahasiswa sampai siswa SMA. Dan Nopember ini Laskar 71,91 akan mengadakan workshop untuk angkatan keempat dan kelima.
Sarah melanjutkan bahwa workshop ini bertujuan untuk menumbuhkan rasa tahu para peserta. “Kalau dalam istilah keguruan itu, menumbuhkan nilai kognitifnya. Kita mengajak mereka untuk tahu bahwa Sungai Deli itu masih ada lho... . Karena realita yang terjadi sekarang ini banyak yang tidak tahu bahkan tidak peduli pada Sungai Deli,” ungkap gadis berumur 22 tahun ini.
Selain belajar menulis tentang pariwisata dan lingkungan terutama tentang Sungai Deli, para peserta akan diajak untuk rafting atau mengarungi sungai dengan perahu karet. Ini adalah momen yang paling diharapkan seluruh peserta, menikmati sungai dengan mendayung perahu yang sudah disiapkan panitia.
“Terkadang ada peserta yang ikut workshop ini karna mau rafting aja. Bukan karena belajar menulisnya,” ucap Sarah sembari memperbaiki jilbabnya.  
Saat mengarungi, peserta akan disuguhkan pemandangan semak-semak di pinggiran sungai. Aktivitas para warga yang memanfaatkan air sungai tanpa merasa kotor dan suasana ceria anak-anak yang sedang madi.
Suasana peserta melakukan Rafting di Sungai Deli, rute perjalanan dari Taman Edukasi Avros sampai Kampung Aur.
Foto dokumentasi Laskar 71,91.
 “Nanti peserta berhenti di Kampung Aur, jadi di sana kita meminta mereka untuk mewawancarai warga. Tujuannya selain mengenal lebih dekat masyarakat di pinggiran sungai, juga sekalian promosi sama warga bahwa ada komunitas yang peduli Sungai Deli,” terang Sarah.
Hasil observasi dari lapangan tersebut menjadi modal peserta untuk membuat satu tulisan tentang pariwisata dan lingkungan di Sungai Deli. Uniknya, peserta dibagi dalam kelompok, kemudian berdiskusi dan setiap orang harus menyumbang satu paragraf untuk tulisan kelompok mereka.
Menurut Sarah, para pemuda di Kota Medan ini mempunyai ragam potensi. Hanya saja tidak ada yang mengayomi. Saat ini komunitas-komunitas pemuda di Kota Medan mulai bangkit. Hanya saja masih banyak yang sekedar eksis-eksisan diri atau ingin menonjolkan diri sendiri. “Ditambah dengan kurangnya perhatian pemerintah, juga follow up dari para media sehingga gerakan pemudanya itu enggak kelihatan” tambahnya lagi.
            Sudah seharusnya pemerintah lebih terbuka terhadap kaum muda juga dengan menyediakan fasilitas yang diperlukan oleh komunitas. Bagi Sarah fasilitas yang dimaksud adalah dukungan moril. Ia berharap kedepannya pemerintah Kota Medan lebih membuka tangan untuk pemuda. Kegiatan-kegiatan yang sifatnya pergerakan kemasyarakatan didukung penuh dengan birokrasi yang tidak berbelit-belit.
“Sudah seharusnya pemerintah memfasilitasi terbentuknya forum kepemudaan. Misalnya dengan mengumpulkan organisasi pemuda menjadi satu, kemudian membahas isu-isu penting di kota ini. selanjutnya biarkan mereka bekerja dengan kapasitas komunitas masing-masing, dan pastinya saling membantu bukan sendiri-sendiri,” tutup Sarah.
Senada dengan itu, Ahmad Hakiki, lelaki berkulit sawo matang yang juga merupakan relawan di Laskar 71,91, menitipkan harapannya kepada wali kota yang akan terpilih nanti. Agar bagi siapa saja yang terpilih memimpin Kota Medan dapat bekerjasama untuk menjadikan Sungai Deli menjadi tempat wisata dan menjadikannya ikon di Tanah Melayu ini.
“Terus, memberdayakan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam membangun infrastruktur, transportasi sungai, kerok sungai, percantik jembatan dan tempat kumuh dilestarikan. Kalau ada maysarakat yang ilegal, bisa kita pindahkan ke tempat yang layak seperti rusun yang jauh dari bantaran sungai, agar tidak menjadi korban langganan banjir,” tegasnya sambil tersenyum.
Harapan yang disampaikan tidak hanya datang dari pemuda pecinta sungai saja. Tetapi juga dari penyelamat sejarah kota, pedagang kaki lima bahkan sampai masyarakat yang termarginalkan. Rasa aman, iklim kondusif serta keberpihakan pemerintah dalam membela hak-hak masyarakat miskin juga menjadi harapan kepada wali kota yang terpilih.
Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال